Logo

BATAS TIPIS PELAYANAN DAN ADMINISTRATIF DI RUMAH SAKIT

BATAS TIPIS PELAYANAN DAN ADMINISTRATIF DI RUMAH SAKIT

Seorang Pasien datang apapun keadaannya harus ditanya dan melengkapi data identitas minimal Nama, Alamat, Umur, dan  data identifikasi untuk keperluan administratif, di satu pihak pasien harus secepatnya dilayani.
Seorang Dokter sering melayani banyak pasien, dan karena banyak kepercayaan masyarakat, maka dokter tersebut harus melayani di banyak tempat pula, alhasil pencatatan medik terutama diagnosa sebagai syarat administratif kadang terlewatkan.

    Kejadian di atas sering kali terjadi dalam dunia perumahsakitan di satu pihak tenaga kesehatan harus secepatnya melayani pasien sebagai konsumen, di lain pihak segala bentuk pencatatan kegiatan pelayanan harus tercatat selengkap mungkin. Fungsinya adalah sebagai pengingat kapan pasien tersebut datang, diperiksa, diterapi, dan kapan dievaluasi atau kontrol kembali apakah ada perkembangan atau sembuh atau ada kasus baru yang dapat sebagai pertimbangan dari kasus lama. Jika administratif terlalu dijunjung tinggi kemungkinan pelayanan akan dikalahkan atau terjadi penurunan pelayanan, begitu pula sebaliknya.
    Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749a/MENKES/PER/XII/1989 Tentang Rekam Medis/Medical Record,  Pasal 4, dikatakan bahwa ‘‘Rekam Medis harus dibuat segera dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien menerima pelayanan’’. Direktur Jenderal Pelayanan Medis(DitJenYanMed), selaku badan di bawah Departemen Kesehatan tersebut juga menerbitkan peraturan melalui Keputusan Dirjen Pelayanan Medik No. 78/YanMed/RS Umdik/YMU/I/91 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Rekam Medis / Medical Record Di Rumah Sakit Bab II Pasal A tertulis ‘‘Rekam Medis di rumah sakit adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamesis, pemeriksaan, diagnosis pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien selama dirawat di rumah sakit yang dilakukan di unit- unit rawat jalan termasuk unit gawat darurat dan unit rawat inap’’.
    Berdasarkan Argumentasi di atas, segala tindakan medis harus tercatat, dan petugas selaku tenaga kesehatan yang melakukan pencatatan tersebut sudah merupakan kewajiban dimana telah dikukuhkan melalui peraturan-peraturan tersebut di atas. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan tersebut jika kita berpikir positif, justru aturan-aturan tersebut dapat sebagai pelindung untuk semua unsur rumah sakit, dari dokter, perawat, hingga pasien yang bersangkutan. Singkatnya sistem pencatatan harus diusahakan selengkap mungkin. Adapun unsur - unsur minimal pencatatan  berdasarkan Pasal II.1 Juklak DitJenYanMedNo. 78/YanMed/RS.Umdik/YMU/I/91 adalah identitas, anamesis, pemeriksaan, diagnosis pengobatan, tindakan pelayanan lain. Kesemua pencatatan jika dilakukan secara benar akan dapat melindungi kita dari berbagai tuntutan hukum yang marak belakangan ini. Saat ini di berbagai media informasi kita sering mendengar dan melihat banyaknya tuntutan Malpraktek, dan jika itu sampai terjadi, bukan tidak mungkin berkas rekaman medis dapat dibawa hingga ke pengadilan. Jika sampai ke pengadilan rekaman medis tidak atau kurang lengkap, pastilah akan timbul masalah baru.
    Soal kelengkapan rekaman medis dalam salah satu standar yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Pedoman Akreditasi RS oleh DitJenYanMedDepKesRI Proyek ADB II LOAN INO 926 Tahun 1994, lebih ekstrim lagi, dikatakan bahwa selain harus tertulis lengkap harus dapat dibaca alias jelas, bahkan koreksi atau perbaikan penulisanpun hanya boleh dicoret dan harus diparaf, sedangkan tulisan sebelumnya yang salah juga harus masih dapat dibaca, meski telah dicoret. Tentang waktu kelengkapan rekaman medis dalam SK DitJenYanMedDepKesRI No. 78/YanMed/RS.Umdik/YMU/I/91, Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Rekan Medis Rumah Sakit disebutkan  Bab III Point C.1 ‘‘Setiap tindakan / konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 2 x 24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis’’. Lembaran rekam medis yang dimaksud di atas adalah rekaman medis secara general atau umum. Pasal 15 dan 16 PerMenKesRINo. 749a/MENKES/PER/XII/1989 disebutkan bahwa Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang kurangnya memuat identitas, anamnese, diagnosis, dan tindakan / pengobatan. Sedangkan untuk rawat inap sekurang kurangnya identitas pasien, anamnese, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan laboratorik, diagnosis, persetujuan tindakan medis, tindakan/pengobatan, catatan perawat, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, resume akhir dan evaluasi pengobatan. Untuk semua unsur tersebut kebanyakan rumah sakit di Indonesia telah berjalan baik, kecuali diagnosis dan resume akhir. Di banyak rumah sakit banyak mengalami kendala untuk kedua unsur tersebut, mengingat banyak dokter mitra rumah sakit yang juga harus melayani di lembaga kesehatan lainnya, baik rumah sakit, rumah sakit bersalin, klinik praktek bersama, atau tempat layanan kesehatan lainnya, belum lagi jika dokter tersebut seorang akademisi, tentu waktu yang dibutuhkan juga semakin terbatas pula.
    Jika kita berpikir positif ke depan. Jika Diagnosis dan Resume Akhir beres sesuai standar waktu yang ditentukan akan ada banyak keuntungan yang di dapat, diantaranya :

  1. Rekapitulasi / Statistik Penyakit (Morbiditas) kebutuhan Departemen Kesehatan akan semakin akurat, mengingat selama ini laporan dari rumah sakit se Indonesia di rekapitulasi berdasarkan penyakit tiap personil pasien, jika sampai tidak terisi atau sampai terlambat pada waktu yang ditentukan, laporannyapun juga akan apa adanya, alhasil laporan ke pusat juga kurang akurat. Akibatnya dapat bermacam  macam diantaranya mungkin alokasi Subsidi pemerintah untuk kesehatan berdasarkan kasus tertentu, mungkin mengalir tidak sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
  2. Resiko Account Receivable ( Piutang Berjalan / Belum tertagih ) pada perusahaan asuransi penjamin pasien dapat dieliminir, mengingat sekarang ini semua perusahaan jasa asuransi kesehatan mutlak memakai diagnosa sebagai persyaratan Klaim. Jika Diagnosa terlambat, klaimpun dapat terlambat. Akibatnya juga banyak, peredaran uang dapat terhambat, apalagi sekarang di Indonesia banyak asuransi asing yang telah masuk, dan selanjutnya faktor kepercayaan asing terhadap kinerja bangsa ini juga dinilai. Bahkan tidak sedikit rumah sakit di ibukota yang menerapkan aturan jika diagnosis belum terisi, honor / jasa termasuk honor yang diklaimkan asuransi tidak dapat keluar atau cair.
  3. Memudahkan terapi lanjutan atau konsulen antar sejawat. Misalnya pasien atas keinginan sendiri ingin berobat ke lain tempat bahkan ke luar negeri, maka jika diagnosis dan rekaman medisnya lengkap, pihak rumah sakit dapat memberikan selengkap mungkin resume kepada pasien untuk dibawa ke tempat yang dimaksud.

    Tentunya sebagai bangsa yang ingin maju hal-hal tersebut dapat dicarikan solusinya demi kebaikan tentunya. Sebagai bahan pembanding, kelengkapan identifikasi yang mendukung rekaman medis, Pasien juga perlu mendapat masukan atau sosialisasi dari rumah sakit tentang kelengkapan data identifikasi secara maksimal, agar tidak terjadi ketidaklengkapan data identifikasi minimal Nama, Alamat lengkap, Umur, Nama Orang Tua/Suami/Istri/Keluarga, Pekerjaan, dll. Sebab tidak jarang ada pasien yang menyembunyikan data identitasnya bahkan di atas namakan nama orang lain atau membuat nama sendiri ( samaran ). Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah ( PP ) No. 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran telah menjamin hal tersebut, sehingga rumah sakit akan tetap menjaga rahasia identifikasi sebagai salah satu unsur konfidensial medis. Adapun fungsinya adalah ( sesuai kutipan dari Penjelasan PP 10 Th 1966 ) bahwa ‘‘Setiap orang harus meminta pertolongan kedokteran dengan perasaan aman dan bebas,...  Hal ini juga terjadi pada orang (selain dari pada tenaga kesehatan) yang dalam pekerjaannya berurusan dengan orang sakit atau mengetahui keadaan si sakit, ( baik ) yang tidak maupun yang belum mengucapkan sumpah jabatan, berkewajiban menjunjung tinggi rahasia mengenai si sakit. Dengan demikian para mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai, murid paramedis, dan sebagainnya termasuk mahasiswa perekam medis dan petugas Resepsionis / Admission diwajibkan menyimpan rahasia.
    Gambaran secara umumnya adalah Setiap pasien baik itu pasien itu sendiri maupun keluarga pengantar pasien harus benar- benar jujur dan ikhlas dalam hal melengkapi identifikasi pasien apapun keadaanya termasuk dalam keadaan gawat darurat. Seandainya di awal pelayanan dana identifikasi belum dapat terlengkapi secara sempurna, tetapi setelah pelayanan awal terselesaikan, kekuranglengkapan dapat disusulkan misalnya dengan Foto Copy Tanda pengenal atau permohonan untuk melengkapi data identifikasi lebih lanjut kepada petugas rumah sakit.
    Segala bentuk persyaratan administratif tersebut di atas telah dijamin oleh pemerintah untuk melindungi semua pihak, baik pasien, rumah sakit, maupun tenaga kesehatan termasuk dokter.
    Lalu bagaimana untuk solusi agar semua permasalahan tersebut dapat lancar sesuai standar? Ada banyak faktor yang dapat menentukan dan mendukung diantaranya adalah :


    Kriteria Diagnosis dan Resume Akhir :

  1. Faktor Personal. Jika tiap personal mempunyai komitmen yang tinggi untuk menciptakan standar pribadi dalam menujunjung tertib administrasi, tentunya akan sangat mendukung. Apa lagi motivasi dari organisasi profesi seperti IDI untuk pada dokter. Tidak lupa para dokter senior juga memberikan percontohan yang positif bagi para yuniornya.
  2. Menggunakan waktu yang sebaik-baiknya, memanfaatkan kesempatan dalam melengkapi unsur administratif maupun pelayanan.
  3. Menerapkan Singkatan Diagnosis maupun Resume Akhir secara maksimal termasuk yang sudah dibahasaindonesiakan yang umumnya telah ditentukan dan ditetapkan oleh banyak rumah sakit. ( Mis : SubDural Hematoma = SDH, Demam Berdarah Dengue = DBD )


Kriteria Identifikasi :

  1. Pemerintah terutama Pemerintah Daerah yang terkait dengan Departemen atau Dinas Kesehatan dan LSM atau lembaga perlindungan konsumen, untuk memotivasi bahkan melindungi agar masyarakat tidak perlu kawatir jika akan mengutarakan identitasnya.
  2. Semua unsur yang relevan termasuk petugas rumah sakit melakukan pendekatan persuasif untuk menjaga kelengkapan administratif. Di sini petugas rumah sakit diharapkan melakukan pendekatan persuasif maksudnya adalah agar pasien yang datang tidak merasa diinterogasi hanya untuk kelengkapan administrasi, dan pada intinya adalah faktor komunikasi yang baik dan penuh rasa hormat seperti layaknya melayani klien / pelanggan (dapat juga kita mengadopsi pepatah pembeli adalah raja), serta pasien dibuat nyaman sebagai pribadi yang dimanusiakan ( istilah jawa : diwongke )
  3. Ditanamkan dan dipupuknya rasa kepercayaan pasien terhadap rumah sakit dengan jaminan kerahasiaan (konfidensial) oleh pihak rumah sakit.


    Kesimpulan inti adalah semua unsur harus menjunjung tinggi kedua unsur tersebut baik pelayanan maupun administratif, berjalan bersama, selaras dan tidak saling mengalahkan atau dikalahkan bahkan harus saling mendukung. Dengan kata lain, logikanya adalah dua-duanya merupakan hal yang penting berjalan selaras bersama. Apalagi sekarang kelengkapan data-data tersebut merupakan syarat mutlak jika rumah sakit akan mencapai sertifikat Akreditasi maupun ISO. Jika tidak lengkap standarisasi tersebut tentunya akan berat untuk dicapai. Tentu butuh pengorbanan, tetapi bukan salah satu dari 2 unsur tersebut di atas, tetapi adalah waktu yang kita gunakan secara bersama untuk melakukan 2 unsur tersebut secara bersamaan, tentunya dengan dukungan kerja yang profesional dengan cara bekerja secekatan mungkin melayani dan menulis dengan hati.
    Jika semuanya berjalan lancar, maka batas tipis antara pelayanan dan administratif akan menjadi batas tebal yang semakin jelas dan masing-  masing berjalan saling mendukung, agar tidak ada yang dikalahkan satu dengan yang lainnya. Akhir kata ‘‘Buah Manggis Buah Berserat’’ ‘‘Kerja Yang Manis Kan Datang Banyak Berkat’’.

 

{oleh : Sigit Susilo Aji, SE, S.Kom}

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 3 (JULI-SEPTEMBER 2005)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev PENINGKATAN KESEHATAN DAN GIZI BALITA DI KELURAHAN KARANGROTO
Next POLIOMIELITIS

Tinggalkan Komentar