Logo

BELAJAR MENJADI PASANGAN SAAT PERMASALAHAN MENGHANDANG

BELAJAR MENJADI PASANGAN SAAT PERMASALAHAN MENGHANDANG

      Suatu kali seorang suami pulang dengan muka murung. Setibanya di rumah, dengan penuh beban sang suami memberitahukan bahwa ia terkena PHK. Bulan ini adalah bulan terakhir baginya untuk bekerja di tempat yang sekarang menjadi tempat ia mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Mendengar akan berita yang mengejutkan itu, sang istri segera bertanya apa masalahnya. Si suami memberitahu bahwa atasan melihat kinerjanya tidak cukup baik. Begitu tahu bahwa itu yang jadi masalahnya, maka si istri segera marah dan berkata :”Kamu sih. Sekarang lihat apa jadinya. Ini semua gara-gara kamu yang ...... dst”. Suami jadi berang dan pertengkaran tidak terelakkan.    
    Cerita di atas adalah sekelumit kisah kehidupan yang terjadi di sekitar kita, bahkan mungkin kita juga pernah mengalaminya. Hidup memang tidak lepas dari masalah. Biasanya, ketika masalah itu terjadi, maka sering kita coba mencari apa dan siapa yang menjadi penyebab masalah itu. Ketika menemukannya, segera kita menjadikan orang itu menjadi kambing hitam yang menjadi tempat pelampiasan kejengkelan dan kemarahan kita. Dan apa jadinya? masalah bukan mengecil, persoalan bukan teratasi, tetapi justru hal ini sering memicu terjadinya masalah-masalah lain yang membuat hidup menjadi makin ruwet dan kompleks.
    Bagaimana sebaiknya dan seharusnya sebagai sebuah keluarga, atau sebagai suami-istri kita menyikapi saat masalah itu menghadang dalam kehidupan. Hari ini mari belajar dari Firman Tuhan yang memberikan arah dalam berkeluarga.
    Dalam Alkitab dikisahkan tentang pasangan suami istri yang bernama Nabal dan Abigail (1 Raja 25: 2 – 36). Mereka pasangan yang unik. Nabal dinyatakan sebagai orang yang kasar, tetapi Abigail diberitakan sebagai wanita yang cantik dan bijak. Dengan deskripsi seperti ini saja, kita bisa bayangkan apa yang terjadi atau yang dirasakan oleh Abigail yang cantik ini. Sebuah kondisi yang rasanya sulit untuk terjadi adanya keluarga yang menyenangkan dan membahagiakan bagi Abigail khususnya. Memang Nabal ini kaya. Memiliki peternakan domba dan banyak pekerja. Tetapi kitapun tahu bahwa kekayaan bukan satu-satunya yang membuat kebahagiaan tercipta.
    Saat pengguntingan bulu domba yang berarti saat “panen” dan saat harta akan bertambah, Daud dan orang-orangnya meminta agar Nabal memperhatikan mereka, karena mereka telah ikut menjaga keamanan ternak milik Nabal. Jawaban Nabal yang meremehkan dan menghina telah membuat Daud marah dan mereka mempersenjatai diri untuk segera menyerang Nabal. Saat Abigail mengetahui, Abigail meredakan kemarahan Daud dengan meminta maaf. Di sini kita melihat hal-hal yang perlu dimiliki dan dilakukan saat permasalahan menghadang:
1. Ini masalah KITA.
    Sebuah masalah dalam keluarga adalah masalah bersama. Tidak peduli siapa yang menjadi “penyebabnya”. Mengetahui “mengapa” memang membantu dalam memikirkan “bagaimana” menyelesaikan masalah, tetapi ketika hal itu berhenti menjadi sebuah tudingan dan limpahan kekesalan akibat masalah yang timbul, maka hal itu tidak akan menyelesaikan masalahnya. Keluarga dirancang untuk menerima tekanan dan setiap masalah dalam sebuah kesatuan. Seperti sebuah kursi yang dibuat untuk menahan beban dengan keempat kakinya, bila beban itu hanya diberikan kepada salah satu kaki, maka kaki itu akan patah. Kebersamaan adalah kunci utama dalam penyelesaian sebuah masalah.
    Tuhan membuat seorang suami, seorang istri, orang tua dan anak untuk mengatasi masalah dan saling menolong ketika ada masalah yang diijinkan-Nya menimpa dalam keluarga. Ketika masalah ada, bukanlah saat untuk saling menyalahkan, atau saling lempar tanggung jawab. Kegagalan banyak keluarga adalah karena saling tuduh, saling menyalahkan, lalu saling lempar tanggung jawab sehingga masalah menjadi makin rumit dan akhirnya tak tertahankan lagi.
2. Memakai segenap kemampuan untuk selesaikan masalah
    Abigail tidak berhitung-hitung. Bukan lagi waktunya untuk menghitung berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk atasi masalah yang akan datang. Bagi Abigail, keluarga adalah yang terutama dan terpenting. Harta memang perlu tapi itu harus dipakai untuk melayani keluarga. Bagi Abigail, harta dikorbankan untuk menjaga keutuhan keluarga adalah perlu. Bukan hanya harta, tetapi juga pikiran dan kemampuan dikerahkan seluruhnya. Abigail bukan hanya memikirkan keselamatan dirinya dan kepentingannya sendiri. Abigail justru berlelah-lelah bahkan merendahkan diri demi melindungi keluarga, melindungi Nabal yang sudah melakukan kesalahan. Ini berarti sebuah upaya yang optimal, yang dilakukan untuk mempertahankan dan melindungi keluarga.
3. Memakai Kesempatan yang ada selagi terbuka
    Cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah adalah dengan cara menghadapinya. Karena itu, selagi masih terbuka, setiap kesempatan cukup berharga untuk dipakai. Abigail memiliki langkah yang tepat karena segera setelah mendengar adanya bahaya yang mengancam, ia bertindak dengan menghadapi masalah, yaitu datang dan meminta agar Daud membatalkan rencananya untuk menyerang Nabal dan keluarganya.
    Untuk dapat memakai kesempatan, perlulah ada ketenangan sehingga dapat berpikir jernih dan bertindak dengan benar. Karena itu sangatlah perlu seseorang datang dan meminta agar Tuhan memberikan pertolongan dan kekuatan serta hikmat sehingga kita tidak terjebak dalam kebingungan, tetapi bisa melihat jalan keluar dan kesempatan yang masih terbuka.
4. Keberanian untuk Terbuka.
    Abigail memakai sistem keterbukaan dan kerendahan hati untuk mengakui bahwa kesalahan itu memang ada, dan ia tidak berlindung di balik alasan-alasan. Ia dengan terbuka meminta kemurahan hati Daud untuk mengampuni Nabal, suaminya, yang telah melakukan kesalahan itu. Keberanian untuk terbuka adalah jalan terbaik untuk membangun sebuah komunikasi.
    Keterbukaan Abigail mengakui kesalahan yang telah terjadi tidaklah hanya berhenti sampai di sana. Niat baik untuk menyelesaikan masalah diwujudkan dengan pemberian yang dibawanya. Diwujudkan dengan kemauannya untuk merendahkan diri. Tanpa ada bukti nyata upaya untuk menyelesaikan, semua pengakuan menjadi hal yang sia-sia. Harus ada wujud nyata dari niat yang baik itu. Demikian juga dalam menghadapi semua masalah. Jika masalah itu berhubungan dengan masalah moral, niat baik harus ditunjukkan dengan pertobatan dan perjuangan keras dalam disiplin dan kesungguhan. Jika berkaitan dengan masalah finansial, maka niat baik juga harus nyata dengan segala upaya yang tentunya berkaitan dengan finansial. Jika masalah itu adalah masalah komunikasi, maka niat yang baik harus nyata dengan kemauan dan keaktifan untuk memulai sebuah komunikasi. Jika masalah berhubungan dengan kesehatan, diperlukan upaya yang penuh untuk menjalani terapi atau pengobatan dan hal lain yang berkaitan.
    Masalah bisa silih berganti menerpa kehidupan. Kebijakan dalam menghadapi dan mencari jalan keluar adalah hal yang tidak dapat diremehkan dan disingkirkan. Mengingat kita adalah manusia yang penuh kelemahan, maka perlulah kita meminta kekuatan dari Tuhan untuk menopang dan menguatkan. Perlu juga kita menyadari peran kita dalam hidup berkeluarga untuk ikut menghadapi dan menyelesaikan permasalahan yang dirasakan oleh anggota keluarga kita. Empat hal di atas kiranya dapat menjadi sebuah penuntun dan pendorong untuk kita bersama sebagai keluarga dalam menghadapi dan mengatasi masalah. ***

 

{ Oleh : Pdt Johanes lie }

*Dimuat dalam Majalah Kasih Edisi 13 ( JANUARI - MARET 2008 )

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev ODHA, SIAPA TAKUT
Next SERING GANTI SUSU FORMULA IMUNISASI BCG

Tinggalkan Komentar