Logo

FIBROMIALGIA, BUKAN NYERI BIASA

FIBROMIALGIA,  BUKAN NYERI BIASA

Tahun 1904, Gowers memerkenalkan istilah "fibrositis". Gejala-gejala fibromialgia secara utuh baru diketahui pada tahun 1981 oleh Yunus dkk. Tahun 1990, American College of Rheumatology (ACR) menetapkan kriteria diagnostik fibromialgia yang direvisi tahun 2010 dan 2011. Selain fibrositis, dahulu fibromialgia disebut psychogenic rheumatism, myelasthenia.

    Fibromyalgia adalah nyeri kronis (menahun), difus (menyebar), berfluktuasi, terkait dengan daerah titik nyeri (tender body areas atau tender points) dan keluhan somatik (tubuh). Fibromialgia dikenal sebagai problem biopsikososiologis yang terkait erat dengan distress yang memanjang, nyeri otot wajah, nyeri perilaku, cemas, dan depresi.
“Hantu Nyeri” Wanita
    Fibromialgia menyerang 2–3% penduduk dewasa di Amerika dan Eropa. Prevalensi di China sekitar 0,05%. Perempuan tiga kali lebih rentan dibandingkan pria. Sering di usia 35-65 tahun (rata-rata 47 tahun). Puncaknya 55-64 tahun. Tidaklah berlebihan jika fibromialgia diistilahkan "hantu nyeri" wanita, karena nyeri yang dirasakan memang sering meresahkan wanita. Terlebih lagi, fibromialgia sering tumpang-tindih dengan berbagai problematika kesehatan, seperti: artritis rematoid, sistemik lupus eritematosus (SLE), sindrom lelah kronis (CFS), sindrom iritasi usus (IBS), sakit kepala, vertigo, cemas, depresi, gangguan tidur (insomnia, dll), postural orthostatic tachycardia syndrome (POTS). Gejala POTS: mental berkabut, penglihatan kabur, napas pendek, nyeri dada, detak jantung abnormal, tremor, pusing, mual, kelelahan.

Penyebab
    Ada sejumlah ketidaknormalan klinis sebagai penyebab fibromialgia. Ketidaknormalan sistem saraf pusat (SSP), misalnya: hipersensitivitas SSP, perubahan struktural SSP, penurunan aktivitas talamus (bagian otak pengolah nyeri), abnormalitas fungsi serebral.
    Gangguan fungsi (disfungsi) sistem saraf otonom, berupa: disfungsi otot simpatetik saat stres (diketahui dari fluktuasi denyut jantung); penurunan variabilitas denyut jantung; peningkatan aktivitas otot simpatetik di malam hari.  
    Disfungsi neurotransmiter, berupa: penurunan kadar serum serotonin, konsentrasi serum beta-endorfin, neuropeptide Y, dopamin, tonus endocannabinoid; peningkatan dinorfin, substansi P, faktor pertumbuhan saraf, calcitonin gene-related peptide (CGRP) pada cairan serebrospinal (CSF); peningkatan interleukin (IL-6 dan IL-8) dan serum brain-derived neurotrophic factor (BDNF).
    Ketidaknormalan neuroendokrin, ditandai perubahan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, berupa: peningkatan hormon adrenokortikotropik (ACTH) sebagai respon terhadap hormon pelepas kortikotrofin; penurunan pelepasan ACTH setelah stimulasi IL-6; penurunan kortisol, hormon pertumbuhan, T3, TSH menjadi TRH.
Abnormalitas psikofisiologis, berupa: sensitisasi sentral; hiperalgesia (peningkatan sensitivitas nyeri) terhadap stimulasi mekanik, suhu, elektrik; penurunan respon sistem saraf simpatetik terhadap nyeri; menurunnya persepsi panas dan dingin; nyeri difus generalisata (menyebar) saat ada tekanan mekanik minimal.
    Berbagai studi membuktikan abnormalitas yang terjadi. Dengan teknik pencitraan otak, diketahui ketidaknormalan proses mekanisme nyeri sentral pada penderita fibromialgia.
    Dengan pemeriksaan magnetic resonance (MR) diffusion tensor imaging dan MR voxel-based morphometry, ditemukan perubahan mikrostruktur serebral di daerah otak, yang diketahui secara fungsional dapat dipersamakan dengan gejala-gejala utama fibromialgia. Adapun gejala-gejala fibromialgia mayor spesifik terkait erat dengan berbagai perubahan jaringan struktural yang terjadi bersamaan. Studi pencitraan fungsional (fMRI) menyatakan bahwa insula (bagian dari korteks serebral) adalah daerah hiperaktif yang paling konsisten.
Predisposisi (kecenderungan) genetika (berupa fenomena polimorfisme gen pada monoamine related genes) dan stresor (tekanan) lingkungan diduga juga berpengaruh.

Potret Klinis
    Penderita fibromialgia melaporkan beberapa gejala, seperti: nyeri punggung belakang, pusing berulang, radang sendi, kejang otot (keduten, istilah Jawa), sensasi geli, kesemutan, gangguan keseimbangan, sindrom iritasi usus, mati rasa, lelah kronis, perut kembung, beban psikologis (depresi, cemas, dsb), kaku di pagi hari, gangguan kognitif dan somatik.
Satu dari 3-5 penderita mengalami kesulitan berjalan, naik tangga, berbelanja, mengangkat barang belanjaan.
Nyeri memang bervariasi berdasarkan lokasi, sensasi, intensitas, dan durasi. Pada fibromialgia, dijumpai nyeri aksial (nyeri teridentifikasi dengan satu jari). Nyeri dirasakan di atas dan di bawah pinggang. Nyeri di kedua sisi tubuh, baik sisi kanan maupun kiri. Nyeri menyebar minimal 11 titik dari 18 titik, saat ditekan dengan gaya sekitar 4 Kg. Nyeri menetap, berlangsung minimal 3 bulan. (ACR, 1990)
Menurut kriteria ACR 2011, dijumpai 19 lokasi nyeri, 6 gejala yang dilaporkan sendiri oleh penderita (termasuk sulit tidur, lelah, kognitif/kesadaran memburuk, pusing, depresi, nyeri perut), skala FS minimal 13 (dari 0-31).

Deteksi Dini
Untuk mendeteksi dini fibromialgia, caranya mudah: tekanlah tender point dengan ibu jari tangan, tegak lurus sumbu tubuh, sampai kuku ibu jari tangan yang dipakai menekan berubah memutih. Positif bila saat ditekan terasa nyeri.
Tender point yang dimaksud adalah: leher, bahu kiri, bahu kanan, lengan atas kiri, lengan atas kanan, lengan bawah kiri, lengan bawah kanan, rahang kiri, rahang kanan, dada, perut, punggung atas, punggung bawah, panggul kiri, panggul kanan, tungkai atas kiri, tungkai atas kanan, tungkai bawah kiri, tungkai bawah kanan.

Solusi
Pendekatan fibromialgia dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis. Secara farmakologis, dokter akan merekomendasikan obat sesuai indikasi. Pregabalin, duloxetine, dan milnacipran telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) USA untuk mengatasi fibromialgia. Obat haruslah diberikan secara perlahan, dimulai dari dosis rendah.
    Pregabalin, efektif mengurangi nyeri, mengatasi gangguan tidur dan kelelahan. Duloxetine mampu meredakan nyeri dan depresi, namun tidak boleh digunakan pada penderita gangguan (insufisiensi) hati. Milnacipran memiliki efek analgesik yang lebih baik dibandingkan SSRI, sehingga bukan hanya mampu meredakan nyeri, melainkan juga mampu mengatasi kelelahan, gangguan tidur, dan depresi.
    Untuk mengatasi nyeri, dokter akan merekomendasikan analgesik, terutama dari golongan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs). Acetaminophen dan NSAIDs secara klinis efektif jika dikombinasikan dengan obat berefek sentral seperti amitriptilin.
    Antidepresan direkomendasikan dokter untuk mengatasi nyeri neuropatik, seperti: bupropion, venlafaxine, duloxetine. Antikonvulsan generasi pertama (karbamazepin, asam valproat, fenitoin), antikonvulsan lebih baru (gabapentin, pregabalin) juga efektif mengatasi nyeri neuropatik.
    Untuk memerbaiki kualitas tidur dan mengatasi kelelahan, dokter akan memberikan cyclobenzaprine. Untuk mengatasi gangguan tidur dan depresi, dokter akan memberikan obat golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors), seperti: fluoxetine dan citalopram.
    Terapi lain yang juga dapat direkomendasikan dokter antara lain: golongan antagonis reseptor 5-HT3 (tropisetron, ondansetron), benzodiazepin (alprazolam, temazepam, clonazepam), antipsikotik atipikal (olanzapin), sedatif-hipnotik (zolpidem, zopiclone). Obat lain seperti: ribose, dehydroepiandrosterone (DHEA), S-adenosylmethionine, derivat dari methionine, L-tryptophan, calcitonin juga efektif mengatasi fibromialgia.
Terapi alternatif yang dimungkinkan juga efektif adalah penyembuhan spiritual (berdoa), terapi pijat, terapi chiropractic, vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin E, magnesium, teh hijau, program penurunan berat badan.
    Terapi nonfarmakologis misalnya: berolahraga, aerobic fitness, terapi fisik (dengan stimulasi panas, ultrasound, elektrik), relaksasi, terapi perilaku kognitif (CBT), acupuncture, dukungan kelompok dan ruang chat online, dan pendekatan multidisipliner.*

Oleh: dr. Dito Anurogo*

*Dokter Dito Anurogo, dokter digital, penulis 16 buku, diantaranya “45 Penyakit dan Gangguan Saraf”. 

Dimuat di Majalah Kasih edisi 48


 

Tentang Penulis

Prev KENALI DAN ATASI ARHTRITIS REMATOID AR
Next APAKAH GIGI YANG RUSAK SELALU HARUS DICABUT

Tinggalkan Komentar