Logo

KESEHATAN JIWA LANSIA

KESEHATAN JIWA LANSIA

Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik maupun social, yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia, yang hendaknya disikapi secara bijaksana sehingga para lansia dapat menikmati hidup dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

  1. Penurunan Kondisi Fisik
  2. Penurunan Fungsi dan Potensi (kemampuan) Seksual
  3. Perubahan Aspek Psikososial (Hal-hal yang dapat berhubungan dengan pikiran, perasaan, dan hubungan antar sesama manusia)
  4. Perubahan yang berkaitan dengan Pekerjaan.
  5. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat.

1. Penurunan Kondisi Fisik
     Setelah seseorang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi patologis (tidak sehat) berganda, misalnya: tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis, maupun sosial, sehingga dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam hal ini, agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan fisik dengan kondisi psikologis maupun sosial, sehingga mau tidak mau, perlu untuk mengurangi kegiatan yang bersifat mem-forsir fisiknya. Seorang lansia perlu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat, dan olah raga yang seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
     Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lansia sering kali berhubungan dengan gangguan fisik, seperti:

  1. Gangguan jantung
  2. Gangguan metabolisme (proses pencernaan energi kimiawi dalam tubuh), misalnya: Diabetes Mellitus.
  3. Vaginitis (peradangan pada saluran melahirkan)
  4. Baru selesai operasi: misalnya Prostatektomi (operasi prostat)
  5. Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat berkurang
  6. Penggunaan obat-obat tertentu, seperti obat darah tinggi, golongan steroid (obat-obat penekan proses radang), dsb
  7. Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
    - Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
    - Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serat dipengaruhi oleh budaya.
    - Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
    - Pasangan hidup telah meninggal
    - Disfungsi ( fungsi tidak optimal ) seksual, karena perubahan hormonal aatu masalah kesehatan jiwa, misalnya cemas, depresi, pikun, dsb.

 

3. Perubahan Aspek Psikososial
     Pada umumnya setelah orang memasuki lansia, maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fugsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengalaman, dll. Sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin tidak seoptimal pada saat muda. Fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan, seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang aktif daripada waktu masih muda.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan psikososial yang berkaitan dengan kepribadian lansia. Beberapa perubahan dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia, sebagai berikut:

  • Tipe Kepribadian Konstruktif, biasanya tipe ini tidak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.
  • Tipe Kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada yang mengalami Post Power Sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak ada kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
  • Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini sangat dipengaruhi keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dan maju.
  • Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini seorang lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginannya yang kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan keadaan menjadi morat-marit.
  • Tipe Kepribadian Kritik Diri, pada lansia terlalu terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain sehingga membuat susah dirinya.

 

4. Perubahan yang Berkaitan dengan Pekerjaan
     Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya, seperti yang telah diuraikan di atas. Reaksi tersebut, ada yang menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan, ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing punya dampak, baik positif yaitu lebih menentramkan, dan dampak negatif yang akan mengganggu kesehatan lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan perlu benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya dengan masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dengan berencana, terorganisasi, dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun, perlu dilakukan kajian untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa pensiun, dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing dengan berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan ragam pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ditekuni, ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, dan sebagainya, dsb.

5. Perubahan dalam Peran Sosial di Masyarakat
     Akibat berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badan bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan  kabur, dan sebagainya akan menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka pada aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, marah-marah, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menahan orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
    Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas, pada umumnya lansia yang tinggal bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu mereka dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun, bagi mereka yang tidak punya sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak ada karena sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seperti terlantar. Di sinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk perawatan bagi lansia disamping sebagai long stay rehabilitation yang tanpa kehidupan bermasyarakat. Di sisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik daripada dalam masyarakat sebagai seorang lansia.

Disadur dari e-psikologi.com. ( Drs. H. Z. Sri Kuntjoro, M.Psi. )

Untuk konsultasi lebih lanjut, dengan perjanjian sebelumnya, Dr. Mahabara Y.P. ( 024.70334407 ) setiap hari Selasa dan Jumat pukul 14.00 di Panti Wilasa “Dr. Cipto” Semarang.

 

 

{oleh : Dr. Mahabara Yang Putra}

 

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 12 (OKTOBER-DESEMBER 2007)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev MENGENALI PENYAKIT REUMATIK LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMATIK
Next FORIL MEDIS : DYSPEPSIA

Tinggalkan Komentar