Logo

KRISTUS SANG PEMBEBAS

KRISTUS SANG PEMBEBAS

     Apa sesungguhnya arti “bebas” ? Bebas, sesungguhnya berarti lepas dari “belenggu/sesuatu yang mengikat”. Pada masa dahulu praktek-praktek perbudakan masih lazim diberlakukan. Seorang budak, baik pria maupun wanita, dapat diperjual-belikan di pasar budak. Jika seorang budak telah dibeli oleh seorang tuan, maka selamanya budak tersebut menjadi milik si tuan dan berada di bawah kekuasaan si tuan, sehingga budak tersebut kehilangan “kebebasannya”.
    Yang mengerikan dari kehidupan seorang budak adalah: mereka berhadapan dengan tuntutan-tuntutan dari sang tuan setiap harinya. Dan jikalau mereka melakukan kesalahan atau tidak memenuhi tuntutan sang tuan, maka hukumanlah yang pasti akan mereka terima. Maka, hari-hari mereka diisi dengan berfikir keras bagaimana “memenuhi” segala tuntutan, sedangkan di sisi lain mereka sadar bahwa diri mereka sesungguhnya lemah dan tidak berdaya.
    Status dan keadaan mereka sebagai budak ini tidak akan pernah berakhir, hingga apabila ada pihak lain yang bersedia “membebaskan” mereka, dan menjadikan mereka sebagai orang-orang bebas.
    Kehidupan manusia di dunia sangat jauh dari kebebasan. Mengapa demikian? Alasannya ada 2 hal :
Karena status manusia adalah orang berdosa. Roma 3:23 mengatakan: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”. Roma 8:34 mengatakan: “… sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa”. Dalam keadaan mereka sebagai orang berdosa, mereka tidak mungkin berkenan di hadapan Allah. Mereka jauh dari sorga. Karena bagaimanapun kemaha-sucian Allah tidak mungkin menyatu dengan ke-dosa-an manusia. Manusia dengan kekuatan sendiri tidak mungkin dapat melepaskan diri dari keadaan ini, sehingga manusia menghadapi penghukuman dosa. “Sebab upah dosa ialah maut;” (Roma 6:23).
    Dalam keadaan seperti itu, manusia diperhadapkan pada hukum-hukum dan perintah-perintah Tuhan yang harus mereka lakukan dengan sempurna sebagai jalan masuk ke dalam keselamatan. Namun sungguh menyedihkan, manusia dengan segala upaya mereka sekuat tenaga, ternyata senantiasa tidak dapat mentaati/melakukan hukum dan perintah Tuhan dengan sempurna. Karena tidak sempurna, itu artinya, mereka masih tetap ada di dalam dosa, berarti pula, mereka tetap berhadapan dengan penghukuman atas dosa, juga artinya, mereka belum meraih kebebasan hidup yang melegakan.
    Betapa menderitanya kehidupan yang seperti itu: di satu sisi mereka adalah orang berdosa yang merindukan sorga, namun di sisi lain, mereka tidak dapat melepaskan diri dari status “berdosa” karena tidak sempurna di dalam mentaati hukum dan perintah Tuhan. Ibarat terperosok ke dalam sebuah sumur yang dalam, manusia tidak mampu dengan kekuatan sendiri naik ke atas. Hanya jika ada pihak yang “dari atas” yang berkenan menolong mereka, hanya itulah kunci keselamatan mereka.
    Pertanyaannya: lalu siapakah yang dapat membebaskan manusia dari keadaan mereka? Hanya Allah saja. Pertolongan itu harus datang dari atas. Karena tidak mungkin manusia naik ke sorga, maka Allah-lah yang menolong dengan cara turun ke dunia. Yesus Kristus itulah Allah yang turun ke dunia.
    Malaikat di padang Efrata memberikan kabar pembebasan bagi semua manusia: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan." (Lukas 2:10-12)    
    Allah membebaskan manusia dari segala tuntutan, dan menggantikannya dengan kasih karunia dan penebusan dosa manusia oleh diriNya sendiri, lalu mengganti segala tuntutan dengan luapan syukur.
    Illustrasi: Ada 2 orang petani yang sama-sama sedang mencangkul masing-masing satu hektar sawah. Sebut saja si A dan si B. Si A mencangkul satu hektar sawah karena tuan nya berkata: “Cangkullah sawahku. Awas, kalau sampai tidak selesai tidak akan kuberi upah”. Maka si A giat mencangkul. Sedangkan si B lain lagi. Si B baru saja ditolong oleh tuan nya; rumahnya yang ambruk telah diperbaiki, dan ia juga diberi sejumlah uang untuk modal usaha. Maka, karena hati si A dipenuhi dengan luapan rasa syukur dan terima kasih, maka ia dengan sukarela mencangkul sawah tuan nya satu satu hektar.
    Manakah dari kedua orang tadi yang dapat disebut sebagai orang yang “bebas”? Si B tentunya.
    Orang yang telah merasa ditebus dosanya olah Tuhan Yesus, adalah orang-orang yang hatinya meluap dengan ungkapan syukur. Ungkapan syukur inilah yang membuahkan ketaatan, bukan tuntutan.    
    Kesimpulan: Ketatatan oleh karena sebuah tuntutan = perbudakan, sedangkan ketaatan oleh karena ungkapan syukur = kebebasan.***

{oleh : Pdt. Andreas Setiawan Adiyanto, S.TH.,  GKJTU Semarang I}

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 12 (OKTOBER-DESEMBER 2007)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev MENJAGA KESEIMBANGAN KARIR DAN KELUARGA
Next PELATIHAN MESOTHERAPY

Tinggalkan Komentar