Logo

PENGOBATAN MEDIS SANGAT MENENTUKAN KESEHATAN SESEORANG, TETAPI MUKJIZAT TUHAN JUGA HARUS DIAMINI

PENGOBATAN MEDIS SANGAT MENENTUKAN KESEHATAN SESEORANG, TETAPI MUKJIZAT TUHAN JUGA HARUS DIAMINI

    Saya adalah salah satu dari sekian juta penduduk yang menempati kota Yogyakarta. Yogyakarta yang seringkali disebut sebagai kota pelajar dan yang terkenal juga dengan sebutan kota “gudeg”. Sejak kurang lebih lima tahun yang lalu, saya merasakan ada gangguan kesehatan. Namun hal itu tidak begitu saya hiraukan, hingga akhirnya gangguan itu semakin berat saya rasakan. Perut terasa tidak enak    (bahasa jawa : sebah, beseseg), tidak ada nafsu makan, berat badan terus menurun, berasa selalu ingin ke belakang, seringkali berak bercampur darah segar. Bahkan pernah saya pingsan oleh karena banyak darah yang keluar. Berbagai upaya sudah saya dan istri upayakan untuk mengatasi semua itu. Namun belum ada perbaikan kesehatan saya rasakan. Hingga akhirnya di tahun 2008 di hampir penghujung tahun,  saya menceritakan kondisi kesehatan ini kepada keempat anak-anakku tersayang.
     Meskipun dalam kelemahan tubuh yang saya alami, saya tetap meyakini bahwa Tuhan Allah memelihara hidup saya. Dan dengan dukungan istri tercinta juga anak-anak yang sangat kusayangi, saya mempunyai semangat untuk bisa sembuh. Melalui pembicaraan keluarga, akhirnya saya memenuhi ajakan salah satu anak saya yang bekerja di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” untuk mencoba memeriksakan diri di sana. Dengan perlengkapan sederhana dan terbatas, dan didampingi istri, saya berangkat ke Semarang.
     Hanya dalam dua hari pemeriksaan, dokter memutuskan bahwa saya harus segera dioperasi. Dokter yang memeriksa mendeteksi adanya benjolan atau semacam daging tumbuh di sekitar usus dekat anus. Secara manusia, ada kegelisahan dan ketakutan saya rasakan saat itu. Apalagi dokter juga mengatakan bahwa ada kemungkinan nanti setelah operasi akan dibuatkan anus buatan.  Namun disisi yang lain, saya mendengar suara Tuhan yang mengatakan bahwa saya memang harus menjalani operasi ini. Dan tak berapa lama dari dokter mengatakan bahwa saya harus dioperasi, saya menjawab bahwa saya mau dioperasi. Saya lihat istri dan anak saya juga kaget, ketika saya menjawab mau dioperasi. Awalnya kami hanya akan memeriksakan diri mengetahui gangguan apa yang saya alami. Dan semisalnya harus ada tindakan operasi, maka akan dilakukan di Yogyakarta saja. Meskipun terkaget-kaget, keluarga tetap setuju dan sangat mendukung keputusan yang saya ambil.
      Esok paginya, saya bersama istri dan anak menjalani setiap tahapan yang biasa pasien lakukan untuk menjalani operasi. Diawali dengan memilih kamar / ruangan rawat inap, mengikuti serangkaian pemeriksaan keadaan umum sebagai persiapan operasi, harus berpuasa dan lain sebagainya.  Dan tibalah bed dimana saya berbaring dibawa menuju kamar operasi. Waktu itu hari Sabtu, sekitar pukul 11.00 wib. Satu kolf darah pun harus kami siapkan sebagai antisipasi apabila nanti selama proses operasi, banyak darah yang akan keluar. Detik demi detik keluarga menunggu jalannya operasi (demikian cerita mereka). Detik berganti menit, menit berganti jam dan bahkan telah 5 jam saya berada di ruang operasi. Selama kurang lebih 5 jam, operasi saya jalani. Satu kolf darah yang sudah disediakan pun utuh tidak terpakai. Ini menunjukkan betapa Allah sudah mencukupkan darah saya dan bahkan darah Yesus sudah mencukupkan kebutuhan darah dalam tubuh saya, ketika selama 5 jam saya dioperasi. Bahkan Allah melengkapkan dan mengabulkan doa saya, ketika saya tersadar saya mengetahui bahwa saya masih diijinkan menggunakan anus alami yang Tuhan sediakan. Anus buatan yang dokter sudah sampaikan sebagai resiko apabila penyakit saya sampai ke anus ternyata tidak jadi dilakukan. Syukur kepada Allah.
       Beberapa hari setelah operasi saya jalani, saya masih harus menjalani perawatan di RS Panti Wilasa “Dr. Cipto” doa ucapan syukur dan terus memohon kesembuhan senantiasa saya panjatkan kepada Allah yang adalah Sang Penyembuh. Selama kurang lebih 2 – 3 minggu, akhirnya saya diijinkan pulang oleh dokter yang merawat. Perjalanan Semarang-Yogyakarta saya tempuh begitu saya diijinkan pulang.    
        Hari demi hari saya lewati guna memulihkan kondisi tubuh jasmani yang masih lemah. Belum juga kondisi saya pulih, saya diberitahu bahwa kemoterapi adalah langkah pengobatan berikutnya. Kemoterapi adalah pemberian obat-obatan untuk penderita cancer. Walaupun sebagai orang awam, namun saya tahu bahwa “kemoterapi” adalah proses pengobatan yang sangat berat untuk dijalani. Efek yang mungkin ditimbulkan berupa mual, muntah, rambut rontok dan biayanya pun tidak sedikit. Melalui petunjuk Tuhan serta dukungan yang besar dari istri dan anak-anak tercinta, saya menyanggupi untuk menjalani kemoterapi. Dengan surat pengantar dari dokter RS Panti Wilasa “Dr. Cipto”, saya menjalani kemoterapi di RS Bethesda Yogyakarta. Dokter yang merawat memprogram 3 sampai 4 kali pengobatan kemoterapi. Meskipun berat sekali saya rasakan saat menjalani proses kemoterapi berlangsung, saat obat injeksi itu masuk dalam tubuh, badan terasa panas, kemudian diikuti mual juga muntah-muntah. Secara manusia saya merasa tidak sanggup setiap akan mengulang kemoterapi untuk program kedua, program ketiga. Oleh karenanya saya dan keluarga selalu mohon kekuatan kepada Tuhan, agar saya sanggup melewati semua ini. Efek yang ditimbulkan dari kemoterapi ini saya alami kurang lebih 45 hari, hingga membuat badan ini turun sebanyak 15 kg, badan berasa sangat lemas sehingga untuk berjalan 15 langkah saja tidak kuat.  Namun sekali lagi, betapa Tuhan Allah menolong dan memberi kekuatan buat saya untuk dapat melewati masa-masa sulit ini. Allah senantiasa menyertai hidup saya.
       Belum juga pemulihan saya rasakan setelah menjalani kemoterapi, dokter mendeteksi bahwa jantung saya lemah. Saya dirujuk ke RS Sardjito kepada dokter yang ahli di bidang jantung. Melalui proses cateterisasi (memasukkan semacam selang pada pembuluh darah di pangkal paha), maka diketahui bahwa memang ada penyempitan pembuluh darah besar.  Pembuluh darah besar yang mengalami penyempitan ini terletak pada persimpangan cabang sehingga tidak mungkin dipasang “ring” dan satu-satunya cara adalah dengan operasi jantung (bypass) demikian dokter menyampaikan hasil analisanya.  Istri, anak, menantu dan beberapa keluarga dekat berkumpul bersama dan berdoa, mohon petunjuk Tuhan. Kami juga minta beberapa masukan dari orang-orang dekat dan yang pernah mengalami hal serupa. Melalui petunjuk Tuhan dan masukan dari sana sini, keluarga memutuskan bahwa saya tidak akan menjalani operasi jantung. Dengan keputusan bulat ini, kami minta kepada dokter yang merawat agar saya menjalani pengobatan yang maksimal saja, tanpa melalui operasi.  Akhirnya dokter ahli jantung ini memberi saya obat minum.
        Minum obat jantung tiap hari, kontrol rutin tiap bulan dan dilengkapi saran dari teman dan saudara antara lain dengan minum jus aneka buah, dan lain-lain upaya. Semua saya jalani dan menyerahkan usaha yang saya dan keluarga lakukan kepada Tuhan Sang Maha Kasih. Tuhan terus menolong dan memberi kekuatan pada saya. Tanpa terasa, tiga bulan saya lewati sudah. Dan masuk bulan ketiga inilah, saya mulai merasakan badan lebih enak, makan mulai terasa nikmat, badan juga semakin segar.  Pada awal bulan keempat, seperti biasa saya kontrol ke dokter ahli jantung yang merawat saya. Setelah memeriksa dokter tersebut mengatakan kalimat yang mengejutkan saya. Demikian katanya “hebat bapak ini, mestinya secara medis bapak itu sudah WASSALAM (diartikan : sudah tidak mungkin bertahan hidup lagi)”.  Mendengar itu, spontan saya katakan bahwa ini semua berkat rawatan dokter secara medis dan juga mukjizat / kuasa Allah yang saya amini terjadi dalam hidup saya.Tuhan masih menghendaki saya hidup. Tuhan masih kasih saya bonus umur panjang agar saya melanjutkan pelayanan di dunia ini. Dokter tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala berkali-kali.
        Ucapan dokter tadi terjadi kurang lebih 2 (dua) tahun yang lalu. Kondisi kesehatan saya sekarang ini cukup baik dalam usia 65 tahun. Kontrol dokter tiap bulan tetap saya jalani, minuman dan makanan tetap saya kendalikan, olahraga ringan (sesuai saran dokter) tetap saya lakukan. Dan diatas semuanya itu, tak henti-hentinya saya bersyukur kepada Tuhan atas Kasih dan KemurahanNya. Sekaligus terus saya panjatkan doa mohon penyertaan serta petunjuk Tuhan atas apa yang harus saya lakukan.
       Ringkas kesaksian : bahwa sebagai manusia, kita tetap harus berusaha – sesulit dan sekeras apapun. Namun jangan lupakan bahwa Allah berkuasa melakukan Mukjizat dan ini harus kita amini dalam hidup kita. Manusia berusaha dan Tuhan akan MENYEMPURNAKAN sesuai dengan KASIH dan KEMURAHANNYA.
Tuhan adalah Kasih dan selalu menyertai umatNya dimana dan sampai kapanpun. AMIN

 

{Oleh : Drs. S. Hartanto }

*Dimuat dalam Majalah Kasih Edisi 31 ( JULI - SEPTEMBER 2012 )

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev VARISELA
Next CARING DALAM KONTEKS ASUHAN KEPERAWATAN

Tinggalkan Komentar