Logo

SURVEILLANCE WABAH DAN KLB KEJADIAN LUAR BIASA

SURVEILLANCE WABAH DAN KLB KEJADIAN LUAR BIASA

     Jika kita melihat sekilas judul di atas, tampaknya sangat menakutkan, betapa tidak? Karena kejadian luar biasa yang ada hubungannya dengan dunia kesehatan erat kaitannya dengan wabah maupun gejala penyakit yang terjadi di masyarakat yang tidak semestinya atau boleh dikata Tidak Biasa terjadi. Bisa terjadi karena wabah dengan penyebab virus, ataupun bencana karena Industri. Sebagai contoh perbandingan, (Alm) ALDA pernah melantunkan lagu Aku Tak Biasa dan berakhir dengan Mati Tak Biasa, hal itu masih juga bisa dikatakan kejadian Tidak biasa, mengingat kematiannya tidak wajar dan terpaut dengan obat-obatan yang tidak boleh dipakai secara sembarangan.
    Dalam dunia kesehatan, kejadian yang semula biasa kemudian dikatakan tidak biasa hingga akhirnya menjadi luar biasa merupakan kegiatan perbaikan sistem kesehatan yang merupakan tanggung jawab bersama dan dibutuhkan kerjasama antara Pemerintah (Departemen Kesehatan), Institusi Layanan Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik Pengobatan), dan Masyarakat. Menurut UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Perbaikan kesehatan rakyat dilakukan melalui upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan dengan mendekatkan dan memeratakan pelayanan kesehatan kepada rakyat. Masalah wabah dan penanggulangannya tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari upaya kesehatan secara nasional yang mempunyai kaitan dengan sektor lainnya di luar kesehatan, serta tidak terlepas dari keterpaduan pembangunan nasional.
    Wabah yang dapat menimbulkan malapetaka yang menimpa umat manusia dari dulu, sekarang maupun masa mendatang, tetap merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan. Selain wabah membahayakan kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan sakit, cacat, dan kematian, juga akan mengakibatkan hambatan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Pemikiran tersebut dikembangkan mengingat kesehatan merupakan komponen dari kesejahteraan, karena manusia yang sehat mampu melaksanakan pembangunan. Berbagai peraturan ini memang dibuat agar pembanguan bangsa Indonesia selalu lancar, dan mengeliminir dana yang tersedot untuk kesehatan akibat wabah atau KLB. Sebagai contoh, semestinya jika ada masalah wabah atau KLB, pemerintah mau tak mau harus menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk penanggulangan dan penuntasan masalah tersebut. Padahal mestinya dana tersebut bisa digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan publik, misalnya jalan. Betapa tidak, Penyakit Demam Berdarah semestinya tidak perlu terjadi, mengingat jika masyarakat menjaga kebersihan dan melindungi diri dari sengatan nyamuk, masyarakat tidak perlu terjangkit penyakit ini. Jika terjangkit, apalagi jumlah korbannya tidak sedikit, Pemerintah mau tak mau harus menyisihkan dana untuk mengangani hal tersebut seperti di atas, misalnya bantuan biaya pengobatan untuk rakyat miskin korban demam berdarah serta survei lapangan tentang epidemi di kawasan terjangkit.
Dalam jajaran Departemen Kesehatan atau di daerah-daerah sebagai kepanjangantangannya dikenal dengan Dinas Kesehatan, istilah KLB merupakan kejadian meningkatnya atau merebaknya suatu penyakit tertentu, yang dapat menimbulkan wabah, dan semuanya diatur dalam bentuk tata cara penyampaian laporan dan penanggulangan seperlunya. Sedangkan definisi dari wabah dan KLB menurut PerMenKesRI No. 560/MENKES/PER/VIII/1989. adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.  Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatkan kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Yang melakukan tindakan penanganan tersebut adalah Kepala Daerah, Kota atau Kabupaten dengan bantuan Unit Kesehatan setempat seperti Dinas Kesehatan Propinsi, Kota atau Kabupaten, dengan segala jajaran terkaitnya seperti Rumah Sakit, Puskesmas atau lembaga relevan lainnya yang tujuannya untuk menekan semakin berkembangnya wabah atau KLB tersebut. Tindakan tersebut bisa dilakukan diantaranya dengan Isolasi, yaitu pemisahan penderita penyakit menular dengan orang yang rentan terhadap penyakit tersebut. Evakuasi, yaitu pemindahan sebagian atau semua penduduk dari lokasi terjangkit ke lokasi yang aman. Tetapi dalam hal tertentu Pemerintah Daerah yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang perlu untuk membendung KLB atau Wabah. Sebagai contoh waktu terjadi wabah Flu Burung Pemerintah Daerah memberikan instruksi untuk pemusnahan unggas, tetapi hal itu belum tentu diikuti oleh daerah, karena semua berdasarkan kasus.

EPIDEMIOLOGI
    Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di suatu wilayah tertentu, kadang–kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat heboh masyarakat di wilayah itu. Oleh sebab itu sesuai dengan SK Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. 451-I/PD.03.04.IF/191, diperlukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti, dan terus menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa / interprestasi, penyajian data dan pelaporan. Dengan Kriteria :

  1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
  2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut–turut menurut jenis penyakitnya.
  3. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya ( jam, hari, minggu, bulan, tahun )
  4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
  5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
  6. Case Fatality Rate ( CGR ) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu yang menunjukkan kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari periode sebelumnya.
  7. Proportional Rate ( PR ) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu  sebelumnya.

    Klasifikasi KLB atau wabah yang terjadi dapat digolongkan dalam letusan kejadian yang bersumber dari makanan atau minuman dan air, yang lain berupa penyakit-penyakit menular atau kejadian yang tidak diketahui sebab-sebabnya. Dalam hal ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian termasuk contohnya yaitu :

  1. Menurut penyebabnya: Toxia ( Staphylococus Aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella), Infeksi (Virus, Bakteri, Protozoa, Cacing),Toxin Biologis (Racun Jamur, Alfa Toxin, Plankton, Racun Ikan), dan Toxin Kimia (Cyanida, Nitrit, Pestisida, CO,CO2, HCN).
  2. Menurut sumbernya : Manusia (Tangan, Tinja, Air Seni, Muntahan), Kegiatan Manusia (Pembuatan Tempe Beragi, Penyemprotan, Pencemaran Lingkungan, Penangkapan Ikan Dengan Racun), Binatang (Piaraan, Unggas, Hewan Beracun), Udara (Pencemaran Udara), Alat-alat (Pegangan Pintu, WC Umum, Telepon Umum), Air (Air tercemar misalnya Vibrio Cholerae, Salmonella), dan Makanan (Zat Kimia, atau Makanan Kedaluarsa).

    Adapun penyakit-penyakit tertentu yang diamati yang dapat menimbulkan Wabah atau KLB sesuai dengan acuan PerMenKesRI No. 560/MENKES/PER/VIII/1989 adalah : Kholera, Pes, Demam Kuning, Demam Bolak – balik, Tifus Bercak, Demam Berdarah, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis, Tifus Perut, Meningitis, Endefalitis, Anthrax, Diare, da Keracunan.     Jika kita melihat sekilas di atas, maka kita maklumi bahwa apapun dapat terjadi, baik karena virus, kecelakaan, bahkan sekarang yang sering terjadi seperti keracunan massal di sekolah maupun pabrik  karena catering. Dalam hal penanganan jika suatu penyakit merebak sesuai perhitungan kriteria di atas, semua lembaga kesehatan bersama masyarakat dapat dilibatkan untuk membantu menangani, melaporkan, bahkan turut serta dalam membendung meningkatnya penyebaran penyakit agar tidak menjadi semakin buruk atau bencana. Oleh sebab itu digalakkanlah kegiatan Surveillance.

PENANGANAN
    Penanganan yang dimaksudkan di sini adalah Penanganan KLB maupun Wabah yang bisa diketahui atau dipantau mulai dari masyarakat atau penderitanya langsung yang mengetahui asal mula merebaknya penyakit tersebut. Pelayanan kesehatan, pelaporan, pembuktian/pelacakan di lapangan, hingga tindak lanjut yang akan dilakukan oleh Pemerintah. Jadi bisa disimpulkan bahwa kegiatan surveilans melibatkan seluruh unsur. Pemerintah sudah mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk mewujudkan hal tersebut di atas. Contoh hal sederhana saja, untuk menekan angka angka KLB atau wabah pemerintah membuat iklan layanan masyarakat di televisi atau radio tentang pencegahan wabah. Bisa dibayangkan mahalnya ongkos produksi di media elektronik. Selain itu pembuatan brosur atau poster yang dipasang di tempat-tempat umum biasanya juga membutuhkan dana besar.
    Tentang rumah sakit, sesuai dengan fungsinya sebagai institusi layanan kesehatan, sudah merupakan prosedur jika harus melayani dahulu dan melaporkan seperlunya ke Dinas Kesehatan setempat sesuai kriteria di atas.  
    Di RS Panti Wilasa Dr Cipto, untuk melakukan hal tersebut di atas telah terbentuk jaringan surveilance sejak dulu atau sejak berdirinya rumah sakit ini, dengan melibatkan Bidang Keperawatan dan Rekam Medis. Terlebih dengan merebaknya penyakit baru yang semakin aneh dan ganas seperti AIDS dan Leptospirosis/Pes ( tahun 1980an ), Anthrax dan Pertusis ( 1990an ), dan tahun 2000an ini adalah SARS, Acute Flaccyd Paralysis/Polio, dan Flu Burung. Penyakit di atas terkadang melampaui apa yang diprediksikan dan diundangkan oleh Pemerintah, sehingga Dinas Kesehatan setempat diperbolehkan mengambil langkah-langkah seperlunya. Oleh sebab itu, Khusus Program AFP/Polio pada tahun 1999 Pemerintah Daerah Jawa Tengah melalui Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah menggelar Program Surveilans terpadu dimana selain melibatkan Rumah Sakit atau Puskesmas tetapi Dinas Kesehatan Kota dapat survei atau melacak ke rumah sakit langsung tiap minggu dengan pengecekan ke register atau catatan medis langsung untuk para pasien yang sedang dirawat atau baru saja pulang. Adapun Dinas Kesehatan Kota dapat bekerja sama dengan RS dalam meneliti Register Tercatat Rumah Sakit berdasarkan SK DitJenYanMed No. 1425/YANMED/INFO/SK/XII/1989 Tentang Penggunaan Buku Pedoman Pencatatan Kegiatan Pelayanan RS. Hal ini mencerminkan betapa aktifnya Pemerintah dalam mendukung gerakan penuntasan penyakit. Semua ini tidak lepas dari dorongan dari World Health Assembly ke 41 tahun 1998 yang memperkuat hasil World Summit For Children tahun 1990.
    Seperti telah tersirat di atas bahwa program ini tak lepas dari dukungan semua pihak. Ada ketentuan dari Dinas Kesehatan Kota selaku Pemerintah Kota mewajibkan rumah sakit di wilayahnya, dalam hal ini rumah sakit-rumah sakit di Semarang untuk menunjuk petugas Surveillance. Adapun para petugas yang ditunjuk tersebut berasal dari Ruang Anak dan Rekam Medis. Untuk RS Panti Wilasa “Dr Cipto”, telah ditunjuk masing-masing Kepala Ruang Anak dan Kepala Instalasi Rekam Medis dengan Penunjukkan langsung dari Direktur melalui Surat Keputusan yang dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota Semarang sejak tahun 1999.
    Pelaksanaan tersebut di atas bukannya tanpa kendala, karena perlu menyediakan waktu khusus untuk melacak hingga melaporkan ke Dinas Kesehatan Kota.  Cibiran miringpun acap kali diterima para petugas yang ditunjuk tersebut karena banyak meluangkan waktu untuk pemerintah. Sindiran tersebut diantaranya sebaiknya seragamnya ganti seperti seragam PNS hingga anggapan mendapat bayaran dobel, mengingat para petugas tersebut mendapat tunjangan kemudahan informasi dan komunikasi dari Pemerintah daerah yang sebenarnya juga tidak banyak. Tetapi apa boleh dikata sebagai seorang Warga Negara yang baik dan dikukuhkan dengan kewajiban masing-masing profesi apalagi hal tersebut didukung dengan Peraturan yang yang ada diantaranya KepMenKesRI No 1410/MENKES/SK/X/2003 Tentang SIRS Rev 5, Bahwa Surveilans Nasional mengintegrasikan data epidemiologi dari rumah sakit dalam sistem pelaporan rutin. Dalam hubungannya dengan pelayanan ke dalam, sudah barang tentu para petugas rumah sakit di atas memiliki payung, salah satu diantaranya yang lagi trend tertuang dalam Pedoman Operasional Pelaksanaan Nilai Dasar Pelayanan Karyawan YAKKUM ( Basic Value 2005 ) dimana tertulis bahwa SDM Yakkum harus menghargai pelayanan kesehatan paripurna sebagai satu kesatuan produk pelayanan, dan dapat dipercaya oleh seluruh StakeHolder. Dari dasar di atas Kepala Ruang Anak dan Kepala Rekam Medis dapat menggunakan berbagai cara di antaranya telepon baik Fixed Phone, Selular, atau Faksimili, Laporan tertulis hingga penggunaan Teknologi Cyber / IT seperti e-mail, dan paket Software-software internet seperti EWORS ( Early Warning Outbreak Recognition System ) dan SIPPT ( Sistem Informasi Pengamatan Penyakit Terpilih ). Tergetnya adalah informasi tentang Epidemiologi Wabah atau KLB dapat sampai informasinya ke Dinas Kesehatan Kota khususnya Sub Din Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ( P2P ) dalam tempo 1x24 Jam. Berdasarkan pengalaman setelah rumah sakit menghubungi dinas terkait, tim dari dinas langsung datang ke rumah sakit untuk pemutakhiran data Wabah / KLB, wawancara dan survei ke lapangan atau kawasan dimana pasien tinggal atau berasal.
    Selanjutnya Dinas terkait mengambil langkah-langkah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Prosedur tersebut dapat berupa pengamanan kawasan, evakuasi, isolasi, pemusnahan satwa penyebab penyakit ( misalnya yang sering dilakukan adalah penyemprotan/fogging terhadap nyamuk atau pembakaran unggas ), hingga pengamanan jenasah korban wabah misalnya dengan aluminium foil sebagai pembungkus jenasah atau peti yang dilapisi plastik atau silikon. Laporan yang diinformasikan dari rumah sakit tersebut berdasarkan kriteria dinas dapat diteruskan oleh Dinas Kesehatan Kota ke Tingkat Provinsi sampai Departemen Kesehatan bahkan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sebagai atasan dari Menteri Kesehatan. Jika dirasakan sangat besar, Presiden dapat melaporkan ke WHO.
    Mungkin para pembaca bertanya, apakah fungsi Surveilans RS berhenti sampai di sini saja? Tentu saja tidak. Ada pepatah mengatakan “Mencegah Lebih baik Dari Pada Mengobati” berdasarkan peribahasa tersebut dan didukung oleh Peraturan Pemerintah RS No 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, dikatakan bahwa Petugas Kesehatan dalam melakukan upaya penanggulangan seperlunya untuk mengatasi KLB yang mengarah ke terjadinya Wabah. Dalam hal ini yang pernah dilakukan oleh Kepala Rekam Medis dalam 2 tahun terakhir ini adalah Sosialisasi atau Penyuluhan tentang penanggulangan dan penanganan AFP/Folio setelah Renungan pagi (Kegiatan rutin tiap pagi di RSPWDC-red). Selain itu, pernah juga melakukan Penyuluhan kepada para Ibu Menyusui dalam gugus kegiatan yang diadakan oleh PKMRS ( Program Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit ) atau UPKM ( Upaya Peningkatan Kesehatan Masyarakat / Community Development ) dalam kegiatan lapangan Unit Extra Murral. Salah satu targetnya tetap pada usaha pokoknya yaitu mengajak semua komponen rumah sakit bahkan semua masyarakat di lingkungan rumah sakit untuk senantiasa aktif dari mencegah, melacak hingga melaporkan kejadian kesehatan yang tidak biasa, bisa ke Rumah Sakit, PUSKESMAS atau Dinas Kesehatan Kota seperti Poster-poster yang dipasang di berbagai penjuru rumah sakit dimana masyarakat dapat diajak untuk ikut aktif melaporkan. Jika hasilnya positif, Dinas Kesehatan Kota menyediakan penghargaan atas upaya tersebut.
    Kesimpulan secara umum adalah pemberantasan KLB atau Wabah adalah tugas kita bersama mulai dari organisasi terkecil masyarakat, rumah sakit sebagai fasilisator, hingga Pemerintah melalui jajaran Departemen Kesehatan, sebagai pengambil keputusan strategis yang akhirnya berfungsi untuk penanganan dan pemberantasan penyakit penyebab KLB atau Wabah, yang akhirnya untuk menunjang Program Indonesia Sehat 2010.

 


{oleh : Sigit Susilo Aji, S.E., S.Kom., penulis adalah kepala rekam medisRS. Panti Wilasa “Dr. Cipto”}

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 12 (OKTOBER-DESEMBER 2007)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev AUDIT MUTU ISO 9001:2000
Next MENGENALI PENYAKIT REUMATIK LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMATIK

Tinggalkan Komentar