Pendahuluan
Multiple mieloma (MM) merupakan keganasan yang berasal dari sel limfosit-B yang ditandai dengan penumpukan sel plasma klonal dalam sumsum tulang, immunoglobulin monoklonal (Ig) pada serum atau urin, dan lesi osteolitik tulang. Komplikasi multipel mieloma berupa infeksi bakteri berulang, anemia, lesi osteolitik, dan penurunan fungsi ginjal.
Multiple mieloma merupakan penyebab 1% kematian penyakit kanker di negara-negara Barat. Kejadian Multiple mieloma sekitar 1% dari total keganasan dan 10% dari seluruh keganasan hematologi pada kulit putih dan 20% terdapat pada ras Afro Amerika.
Meskipun meningkatnya perkembangan dalam pengelolaan pasien, penyakit multiple mieloma (MM) masih sulit disembuhkan, dengan angka ketahanan hidup 5 tahun kurang dari 40%. Secara klinis dan patofisiologi masih terdapat banyak perbedaan. Beberapa pasien dapat hidup dalam beberapa bulan sampai lebih dari 10 tahun. Median survival sekitar 33 bulan, angka ini sama seperti juga penelitian di Asia.
Dengan mengetahui kelompok yang memiliki risiko tinggi dapat membantu memilah penderita untuk mendapatkan pengobatan. Terdapat beberapa faktor prognostik diantaranya B2 microglobulin (β2m), abumin serum, kreatinin serum, presentase sel plasma dalam sumsum tulang, dan lesi litik tulang.
Epidemiologi
Kira-kira 16,570 kasus baru multipel terjadi setiap tahunnya di Amerika serikat, dengan kematian 11,310 kasus. Data insidens SEER [surveillance ,epidemiologi and end result] dari tahun 1992 sampai 1998, menunjukan 4.5 per 100,000 per tahun dan pada ras kulit hitam 9.3 per 100,000 per tahun. Rasio laki-laki dan wanita adalah 1.3 sampai 1. Median umur saat terdiagnosis mieloma adalah 71 tahun.
Multiple mieloma merupakan 15% dari keganasan hematologi dan 2% dari kanker di Amerika Serikat. Insidensinya meningkat sesuai umur, terutama setelah umur 40 tahun dan tertinggi pada laki-laki. Jumlah Multiple mieloma sekitar 1% dari seluruh keganasan dan 10% dari seluruh keganasan hematologi pada ras kulit putih dan 20% pada ras Amerika-Afrika.
Angka mortalitas masih lebih tinggi pada laki-laki dibanding wanita dan lebih tinggi pada ras kulit hitam dibanding kulit putih pada setiap grup. International mortality rate menunjukan angka tertinggi untuk kejadian mieloma di Eropa utara, Amerika Utara, Australia, dan New Zaeland, sementara angka terendah terjadi di Jepang, Yugoslavia and Yunani.
Prevalensi MGUS (Monoclonal gammopathy of undetermined significance) , yang dikenal sebagai stadium premalignant Multiple Mieloma, lebih rendah pada populasi Jepang dibanding negara-negara Barat pada penderita tua usia lebih dari 60 tahun, khususnya pada wanita. Prevalensi MGUS dilaporkan bervariasi dari 1% sampai 10% pada seri yang berbeda, dan frekuensi meningkat sesuai umur, Penderita MGUS kebanyakan tidak memerlukan pengobatan khusus dan memiliki waktu hidup yang lebih panjang. Risiko perkembangan MGUS ke arah multiple mieloma, Waldenström macroglobulinemia (WM), atau kelainan yang terkait dengan keganasan sel plasma lainnya sekitar 1% per tahun atau 20% hingga 40% pada 10 sampai 20 tahun.
Diantara penduduk Olmsted County, Minnesota, MGUS ditemukan sekitar 3.2 persen pada usia 50 tahun atau lebih dan 5.3 persen pada usia 70 tahun atau lebih.
Etiologi
Penyebab pasti multiple mieloma masih belum jelas. Kadang-kadang ditemukan anggota keluarga yang sama dengan multiple mieloma, meskipun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini diturunkan.
Hubungan antara multiple mieloma dan paparan radiasi masih kontroversial. Tidak ada bukti peringkatan risiko MM pada penelitian kohort korban bom atom selama analisis lanjutan 12 tahun di Hiroshima dan Nagasaki. Beberapa kejadian mieloma ditemukan lebih tinggia pada para pekerja industri nuklir daripada di populasi umum.
Petani dan pekerja hortikultura yang langsung terkena pestisida DDT mungkin memiliki peningkatan risiko mieloma . Zat ini cenderung menumpuk dalam ekosistem dan memiliki berbagai efek toksik pada banyak vertebrata. Petani yang terkena beberapa herbisida dan pupuk memiliki risiko terjadi MM. Laporan sebelumnya menghubungkan paparan benzena dengan terjadinya multipel mieloma telah terbantahkan .Penelitian awal telah mengidentifikasi virus herpes tipe 8 dalam penyebab multipel mieloma.
Gambaran klinis
Gejala-gejala multiple mieloma kadang tidak spesifik meliputi fatique, nyeri tulang, manifestasi perdarahan, infeksi berulang, Tanda-tanda anemia, hiperkalsemia, osteolitik, hiperviskositas, trombositopenia, dan hipo gammaglobulinemia. Lemah, infeksi, perdarahan dan penurunan berat badan dilaporkan masing-masing sebanyak 82%, 13%, 12 %, and 24 % penderita. Hiperkalsemia terjadi pada 18-30% penderita. Sepertiga sampai dua pertiga penderita mengalami nyeri tulang spontan. Demam dapat ditemukan pada <1% penderita. Gambaran khas penyakit mieloma didapatkan penumpukan sel mieloma abnormal dalam sumsum tulang.
Plasmasitoma merupakan tumor sel plasma yang terlokalisir, yang dapat berkembang didalam tulang (intramedullary) maupun diluar tulang (extramedullary atau soft tissue).
Tanda laboratorium MM adalah ditemukannya protein monoklonal pada serum dan/atau urin. Protein monklonal tersebut dihasilkan oleh sel plasma abnormal. Serum protein elektroforesiss menunjukan localized band pada bagian globulin (Ig A atau IgG) pada 80% penderita. Sekitar 20% penderita dapat mengalami hipogammaglobulinemia juga atau gambaran normal (nonsecretory type). Dengan menggunakan teknik yang sensitif yaitu immunofiksasi dan immunoelektroforesis, M protein (pada serum dan/atau urin) dapat dideteksi pada 99% penderita. Isotipe IgG terjadi pada sekitar 60% penderita MM; IgA isotipe 25%; IgD isotipe 1%; IgM isotipe 1%; dan light chain disease, 20%.
Kerusakan tulang pada penderita MM akan berkembang menjadi lesi osteolitik yang dapat menyebabkan fraktur patologis dan nyeri tulang hebat. Lesi osteolitik disebabkan oleh peningkatan resorbsi tulang karena rangsang osteoklast. Studi Histomorphometric menunjukan bahwa penderita MM dengan lesio osteolitik tulang mempunyai angka osteoblast terendah dan penurunan pembentukan tulang. Penderita dengan osteoblastik metastasis terjadi nyeri tulang dan fraktur patologis, ini disebabkan oleh buruknya kualitas tulang yang dihasilkan oleh osteoblast. Metastasis osteolitik menyebabkan keadaaan yang mengancam jiwa seperti hiperkalsemia berat, kompresi tulang belakang, dan sindrom-sindrom kompresi syaraf lainnya.
Penegakkan diagnosis MM selalu berkembang. Pada tahun 1973, Chronic Leukemia-Myeloma Task Force membuat panduan untuk diagnosis mieloma. Kriteria ini diubah oleh international Working Group.
Diagnosis
Standar pemeriksaan penderita untuk menegakkan diagnosis multipel mieloma meliputi:
· Darah lengkap dan hitung jenis
· Profil kimia darah meliputi calcium, kreatinin, lactate dehydrogenase (LDH), dan albumin;
· Aspirasi sumsum tulang dan biopsi untuk sitologi dan immunohistokimia, metaphase cytogenetics, fluorescent in situ hybridization (FISH) untuk petanda sel plasma diskrasia (immunoglobulin heavy chain gene translocation; abnormalitas kromosom 1, 13, and 17),dan flow cytometry untuk marker sel B.
· Bone survey (pada penderita dengan gejala-gejala local yang tidak dapat dijelaskan dengan rontgen biasa, harus dilakukan MRI. PET/CT tidak direkomendasikan untuk saat ini.
· Serum dan urin elektroforesis dengan immunofiksasi untuk mengidentifaksi protein M dan kuantifikasi protein tersebut ( sampel urin 24 jam);
· Serum β-2 microglobulin;
· Serum pemeriksaan free light chain dengan rasio κ/λ.
Pengelolaan
Pasien dengan multipel mieloma kadang sudah berobat berbagai dokter seperti ke nefrologis karena gagal ginjal, neurologis karena keluhan akibat kompresi syaraf di vertebra, atau reumatologis karena keluhan nyeri. Sehingga kewaspadaan akan diagnosis secara dini dan tepat menjadi hal yang mutlak diperlukan. Pengelolaan pasien dengan multipel mieloma perlu dipertimbangkan apakah pasien memenuhi persyaratan untuk transplantasi sumsum tulang atau tidak. Bila akan menjalani transplantasi tidak boleh diberikan obat kemoterapi yang memilihi supresi sumsum tulang yang kuat. Terdapat beberapa regimen kemoterapi untuk multipel mieloma. Saat ini juga telah dikembangkan dan ditemukan terapi terhadap target spesifik tertentu seperti bortezomib, thalidomid, lenalidomid. Terapi terhadap komplikasi seperti anemia, gangguan fungsi ginjal, lesi litik tulang dengan segala akibatnya, hiperkalsemia juga memerlukan perhatian serius dan hati-hati.
{oleh : dr. Santosa, Sp.PD,KHOM-FINASIM, Divisi Hematologi- Onkologi Medik, Bagian Ilmu Penyakti Dalam FK UNDIP/RSUP dr. Kariadi Semarang}
*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 43 (JULI-SEPTEMBER 2015)