Logo

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSIF

jantung
PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSIF

PENDAHULUAN
    Hipertensi diderita oleh kira-kira 1 milyar orang di dunia. Data dari penelitian Framingham menunjukkan bahwa individu yang semula normotensi pada usia 55 tahun, ternyata 90% akan menjadi hipertensi.
Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) yang dimaksud dengan hipertensi adalah tekanan darah > 120/80 mmHg.     Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko independen terhadap terjadinya penyakit kardiovaskular. Semakin tinggi tekanan darah, maka semakin tinggi pula risiko terjadinya serangan jantung, gagal jantung, stroke, maupun gagal ginjal.
Hipertensi yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya penyulit (komplikasi) pada organ-organ tubuh, seperti otak, jantung, ginjal, retina, aorta dan pembuluh darah tepi. Penyulit pada jantung terjadi karena miokardium (otot jantung) mengalami hipertrofi (penebalan). Kondisi ini dan segala manifestasi kliniknya (terutama gagal jantung) inilah yang dinamakan penyakit jantung hipertensif.

JENIS HIPERTROFI
    Pada penyakit jantung hipertensif, dapat terjadi berbagai jenis hipertrofi miokardium, khususnya ventrikel (bilik) kiri (LVH = left ventricular hvpertrophy). Mula-mula terjadi hipertrofi konsentrik. Di sini perubahan hipertrofi ventrikel kiri terjadi sesuai dengan beban menahun dari tekanan darah terhadapnya. Dinding ventrikel kiri menebal dan massa ventrikel kiri bertambah; akan tetapi volume akhir diastolik (volume akhir pengisian) ventrikel kiri masih normal atau hanya sedikit bertambah. Dengan demikian rasio massa : volume akan meningkat. Kontraktilitas jantung, indeks jantung (cardiac index) dan ejection fraction (fraksi ejeksi/ kemampuan pompa jantung) umumnya masih normal (compensated pressure overload). Kebutuhan otot jantung terhadap oksigen sering masih normal.
    Hipertrofi konsentrik ini sering berkembang lebih jauh menjadi hipertrofi eksentrik. Dalam kondisi ini selain massa, volume ventrikel kiri juga akan meningkat dan tebal dinding ventrikel menjadi normal atau hanya sedikit bertambah. Dengan demikian terjadi dilatasi ventrikel dengan rasio massa : volume yang tetap atau bahkan menurun. Dengan kata lain dilatasi yang terjadi tidak sebanding dengan perubahan pada ketebalan dinding ventrikel. Di sini kontraktilitas, indeks kardiak dan ejection fraction akan menurun (decompensated pressure overload), terjadilah gagal jantung. Kebutuhan otot jantung terhadap oksigen akan meningkat. Jenis yang ke-3 memperlihatkan perubahan yang menyerupai kardiomiopati hipertrofik.
      Di sini tebal dan massa ventrikel kiri akan meningkat secara berlebihan dan ruang ventrikel menjadi kecil. Dengan demikian rasio massa : volume akan meningkat. Kondisi ini dinamakan hipertrofi ireguler. Pada keadaan ini indeks kardiak, ejection fraction dan kebutuhan otot jantung terhadap oksigen akan masih tetap sama atau dapat pula menurun. Jenis ke-3 ini lebih jarang ditemui.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA LVH
     Walaupun peningkatan menahun afterload (tekanan yg dibutuhkan oleh ventrikel untuk berkontraksi agar dapat membuka katup semilunar dan memompa darah ke sistemik) akibat hipertensi merupakan faktor amat penting yang mempengaruhi terjadinya LVH, ternyata masih ada faktor-faktor non-hemodinamik lain yang dapat berperan. Antara lain: (1) faktor-faktor neurohumoral misalnya aktivasi hormon  tiroksin, growth hormone; (2) usia, keturunan, ras; (3) olah raga, (4) berat badan, (5) penyakit jantung penyerta, dan (6) obat. Karena itu korelasi antara massa ventrikel kiri dan tingginya tekanan darah kadang-kadang tidak selalu sebanding. Perlu diingat bahwa pengukuran tekanan darah sesaat (casual blood pressure) tidaklah identik dengan tekanan darah sepanjang hari yang terus-menerus mempengaruhi ventrikel kiri (continuous blood pressure recording). Semua faktor-faktor di atas harus diperhitungkan bila dilakukan usaha pencegahan atau usaha regresi LVH.
           
PERUBAHAN PADA ALIRAN DARAH KORONER
    Aliran darah koroner dilaporkan dapat normal, menurun atau meningkat, walaupun umumnya lebih sering dilaporkan peningkatan sebesar 16 sampai 21%. Walau demikian kebutuhan oksigen miokard dapat meningkat pula, tergantung dari ketegangan dinding ventrikel kiri pada fase sistolik. Tahanan pembuluh darah koroner pun akan meningkat, rata-rata 38% di atas normal. Selain itu daya cadangan koroner akan menurun sampai 81% dari normal pada penderita hipertensi esensial tanpa penyakit jantung koroner, dan sampai 43% dari normal pada penderita hipertensi dengan disertai penyakit jantung koroner. Jadi jelaslah bahwa penderita penyakit jantung hipertensi mempunyai risiko tinggi untuk mengalami iskemia miokard (penyakit jantung koroner). Penderita hipertensi bahkan dapat mengalami angina pektoris (nyeri dada akibat penyakit jantung koroner) walaupun pembuluh darah koronernya normal.


HUBUNGAN LVH DENGAN PROGNOSIS
    Adanya LVH dari rekam jantung (ECG--LVH) dikatakan merupakan petanda kematian. Empat puluh lima persen dari semua kematian pada penyelidikan Framingham didahului oleh ECG--LVH. Angka kematian 5 tahun pada penderita pria dengan ECG--LVH adalah 35% dibandingkan < 10 sampai 15% penderita tanpa ECG--LVH. Pada wanita, 20% penderita dengan ECG--LVH meninggal dalam 5 tahun. Risiko ini kira-kira sebanding dengan risiko pada penderita penyakit jantung koroner yang secara klinik manifes.
    Risiko gagal jantung akan meningkat tiga kali lebih tinggi daripada penderita tanpa ECG--LVH. Risiko serangan jantung koroner, maupun serebrovaskuler dan penyakit pembuluh darah tepi juga akan meningkat tiga kali atau lebih. Pada penyakit yang memperlihatkan LVH pada foto dada, angka kematian kardiovaskuler ±1/3 dari angka pada penderita dengan ECG--LVH. Penderita dengan LVH juga cenderung mengalami aritmia (gangguan irama) ventrikel yang cukup gawat walaupun penderita pada saat itu belum memperlihatkan gejala-gejala klinis.
 
DIAGNOSIS
    Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit jantung hipertensif, jelas adanya LVH harus ditemui. LVH dapat dideteksi dengan berbagai cara pemeriksaan.
    Kardiomegali (pembesaran jantung) dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik. LVH dapat pula dideteksi dengan foto dada dan eletrokardiogram (rekam jantung).
Ekokardiografi merupakan cara yang amat tepat dan amat peka untuk menilai LVH. Dalam hal ini ekokardiografi lebih baik dibanding elektrokardiogram, atau foto dada. Dengan ekokardiografi dapat dinilai ketebalan dinding dan sekat jantung, dimensi serta volume ventrikel kiri (sistolik/diastolik), kontraktilitas (global/regional), berbagai jenis LVH (konsentik, eksentrik, iregular).
Cara lain untuk menilai LVH adalah dengan pemeriksaan radionuklir dengan Thallium (Thallium-201 scintigraphy) dan magnetic resonance imaging (MRI). Cara-cara ini amat mahal dan pada saat ini hanya dipakai dalam rangka penyelidikan ilmiah.

TERAPI
    Jenis dan urgensi pengobatan yang diberikan harus memperhitungkan sampai berapa jauh jantung mengalami kelainan akibat proses hipertensi.
Karena hipertrofi ventrikel kiri dianggap lebih merupakan perubahan patologis daripada kompensasi yang berguna, banyak sarjana berpendapat bahwa sasaran pengobatan tidak hanya sekedar menurunkan tekanan darah tetapi juga memperbaiki kelainan struktur yang telah terjadi. Tidak semua obat antihipertensi mempunyai potensi yang sama dalam efek regresi terhadap hipertrofi ventrikel kiri.
    Dalam konteks pengobatan yang juga ditujukan untuk pencegahan, seyogyanya juga diperhatikan kemungkinan dapat dicegahnya penyakit jantung koroner dengan pengendalian tekanan darah yang baik. Hal ini penting mengingat kaitan erat antara penyakit jantung hipertensif dan penyakit jantung koroner. Maka perlu pula dilakukan diit dan perubahan gaya hidup dengan pengendalian faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner yang lain seperti merokok, kegemukan, kencing manis, kurang olah raga, gangguan lemak, stres,  dan lain sebagainya.***

 

{oleh : Dr. AndreasvArie, Sp.PD}

 

*Dimuat dalam Majalah Kasih edisi 18 (APRIL-JUNI 2009)

Tentang Penulis

Patricia Putri

patricia putri

Prev OSTEOPOROSIS 1
Next PLASTISITAS OTAK

Tinggalkan Komentar